Penemuan Kapal Nabi Nuh Di Turki Dan Sejarah Nabi Nuh
Sabtu, 07 April 2018
Penemuan Kapal Nabi Nuh Di Turki Dan Sejarah Nabi Nuh - Sebuah fakta mutakhir perlu pula dicermati untuk menyingkapi kebenaran kisah dari kitab suci. Yaitu, sebuah penemuan terbaru mengenai jejak sejarah perahu Nabi Nuh yang dihasilkan dari sebuah ekspedisi "Noah's Ark Ministries International". Penemuan tersebut terjadi pada 26 April 2010 di Turki.
Ekspedisi ini dilakukan bersama dan beranggotakan peneliti dari China dan Turki. Hasil dari temuan mereka berupa perahu Nabi Nuh di Turki. mereka mengklaim menemukan sisa-sisa perahu Nabi Nuh itu berada diketinggian 4.000 meter di Gunung Agri atau Gunung Ararat di Turki Timur.
Mereka telah melakukan penelitian selama bertahun-tahun, adapun hasil penemuan itu berupa sisa-sisa bagian perahu, sedangkan dari spesimen yang diambil oleh tim peneliti itu - antara lain berupa tambang, paku, dan serpihan kayu yang diduga dari sebuah perahu yang memiliki usia karbon 4.800 tahun.
Ditemukannya Perahu Nabi Nuh Di Turki
Salah seorang peneliti, Yeung Wing dengan tegas berani menyimpulkan hasil temuan dari riset mereka yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun itu memiliki kebenaran dan akurasi hingga 99%. Menurut Yeung Wing, tambang dan paku diduga digunakan untuk menyatukan kayu-kayu hingga menjadi kapal. Tambang juga digunakan untuk mengikat hewan-hewan yang diselamatkan dari terjangan banjir besar itu, begitu juga dengan potongan-potongan kayu yang dibuat bersekat untuk menjaga keamanan hewan-hewan selama dalam pelayaran.
Hasil Riset NATO Tentang Penemuan Kapal Nabi Nuh
Sebelum penemuan itu di publikasikan, penduduk lokal di Turki yang tinggal disepanjang Pegunungan maupun kota-kota percaya bahwa perahu Nabi Nuh berada di Gunung Ararat. Selain itu, terkait dengan keberadaab hasil temuan tim riset di Bukit Ararat, pilot pesawat tempur Turki dalam sebuah misi pemetaan NATO, mengaku melihat benda besar seperti perahu di Dogubayazit, Turki.
Ada salah satu lagi data perihal kemungkinan keberadaan perahu Nabi Nuh di Turki. Yaitu hasil pencitraan satelit pada tahun 2006 yang secara detail menunjukkan benda mirip kapal yang diduga perahu Nabi Nuh itu adalah Gunung yang dilapisi salju. Karena itu, tim ekspedisi Noah's Ark Ministries International meyakini bukit yang menjadi tempat terdamparnya perahu Nabi Nuh termasuk kedalam kawasan yang tidak mungkin dihuni oleh manusia, karena, mengingat ketinggian bukit tersebut adalah sekitar 3.500 meter diatas permukaan laut.
Namun, untuk sebuah perahu, cuaca yang sangat dingin di ketinggian 4.000 meter itu dapat diyakini mampu menjaga kondisi perahu Nabi Nuh selama ribuan tahun. Hasil temuan ekspedisi Noah's Ark Ministries International itu sekaligus membuktikan kebenaran kisah perahu Nabi Nuh yang dituliskan dalam Kitab Suci.
Kebenaran Kisah Perahu Nabi Nuh Dalam Kitab Suci
Dituliskan dalam Kitab Suci, bahwa Tuhan berfirman kepada Nuh bahwa semua orang , kecuali mereka yang beriman akan dihancurkan karena bumi telah penuh dengan berbagai kejahatan. Untuk menghadapi ini, Tuhan memerintahkan Nuh membuat bahtera dan mengajarkan dengan rinci bagaimana mengerjakan dan membuat bahtera atau perahu.
Tuhan juga menyuruh Nuh untuk membawa keluarganya, tiga orang anaknya, istri-istri mereka, sepasang dari setiap mahluk hidup, dan persediaan bahan makanan. Tujuh hari kemudian, ketika waktunya banjir itu tiba, semua sumber air di dalam tanah memancar, pintu-pintu langit terbuka, dan sebuah banjir besar menenggelamkan segala sesuatu. Hal ini berlangsung selama 40 hari dan 40 malam.
Kapal Nabi Nuh berlayar dengan keadaan air yang penuh menutupi pegunungan dan dataran tinggi. Mereka yang bersama Nabi Nuh selamat, sedangkan sisanya terseret air banjir yang dahsyat itu dan mati tenggelam. Dan hujan pun berhenti selama terjadi banjir besar itu, dan air mulai surut setelah 150 hari kemudian.
Kemudian, pada hari ketujuh belas pada bulan ke tujuh, kapal tersebut terdampar di pengunungan Ararat (Agri). Kenyataan ini diilustrasikan dalam Kitab Suci yaitu : Nabi Nuh mengirim seekor merpati untuk melihat apakah air benar-benar telah surut, dan ketika merpati itu tidak kembali lagi, nuh menyadari bahwa air telah surut seluruhnya. Tuhan memerintahkan mereka untuk meninggalkan kapal dan menyebar keseluruh penjuru bumi.
Memang masi terdapat perbedaan versi, seperti lamanya waktu banjir, perjalanan yang ditempuh perahu Nabi Nuh beserta umat dan binatang ternak yang dibawa dalam perahu tersebut. Namun perbedaan tersebut tidak menghilangkan substansi dari kisah banjir besar yang menjadi faktor pemusnahan peradaban manusia di era Nabi Nuh dan pencapaian perdaban pada masa-masa jauh sebelum zaman yang dialami mereka.
Sampai pada hasil riset paling mutakhir, yang ditemukan pada April 2010, telah menunjukkan begitu banyak bukti tentang kebenaran kisah Kapal Nabi Nuh dan banjir besar sebagai faktor pemusnah peradaban di masa lampau.
Dari hasil riset terakhir pun menguatkan dugaan mengenai perkiraan terjadinya banjir besar itu, yaitu sekitar alaf ke-3 Sebelum Masehi. Dan ilmuan maupun spiritualis meyakini kebenaran banjir tersebut yang telah mengakhiri suatu peradaban seluruhnya dengan seketika. Dan di era berikutnya yang menyebabkan lahirnya sebuah peradaban baru.
Dari peristiwa banjir besar itu pula menginspirasi ilmuan mengadakan riset. banyak dilakukan penggalian untuk meneliti banjir yang telah menenggelamkan daratan-daratan di Mesopotamia. Dalam berbagai penggalian di wilayah tersebut, di empat kota utama ditemukan jejak-jejak yang menunjukkan terjadinya sebuah banjir besar. Kota-kota tersebut adalah kota-kota penting di Mesopotamia; Ur, Erech,Kish, dan Shuruppak.
Adapun hasil yang ditemukan oleh ilmuan, misalnya R.H Hall dari British Museum dan dilanjutkan Leonard Wolley dari penggalian yang dilakukan di kota Ur, antara lain berupa sisa-sisa tertua dari sebuah peradaban. Kota Ur sat ini telah berganti nama menjadi Tell al Muqayyar. yang diduga telah berdiri pada 7000 tahun Sebelum Masehi. Sebagai situs dari salah satu peradaban tertua,kota Ur telah menjadi wilayah hunian tempat silih bergantinya berbagai kebudayaan.
Temuan arkeologis dari kota Ur memperlihatkan bahwa banjir besar itu telah memutus mata rantai peradaban. penggalian tersebut dipraktisi the British Museum dan University of Pennsylvania. Leonard Wolley selaku pemimpin riset menduduki tingkat sebagai peneliti paling berpengaruh di seluruh dunia, yang berlangsung dari tahun 1922 sampai 1934.
Penggalian tersebut merangkum kesimpulan mengenai pendiri pertama kota Ur, yaitu kaum yang datang dari Mesopotamia Utara dan menyebut mereka sebagai "Bangsa Ubaid". Para peneliti tersebut menemukan situs "kuburan Raja-Raja Ur" yang diduga merupakan makam para bangsawan Sumeria.
Sisa-sisa kekayaan dari hasil peradaban di masa lalu yang berhasil diselamatkan oleh peneliti adalah berupa vas, kendi, barang-barang yang terbuat dari perunggu, kepingan mutiara, lapis lazuli, dan perak yang mengelilingi jasad-jasad yang telah menjadi debu.
Harpa dan Lura tersandar di dinding-dinding. ada pula temuan berupa tablet-tablet tanah liat, yang dipenuhi huruf yang jauh lebih tua daripada tulisan pada kuburan itu sendiri. Melihat sifat dan tulisan dalam tablet-tablet tanah liat tersebut, kemungkinan tablet-tablet tersebut kemungkinan dibuat sekitar tahun 3.000 Sebelum Masehi. Berarti mereka itu dua atau tiga abad lebih awal dari makam tersebut.
Salah satu temuan yang menguatkan kisah banjir besar sebagai faktor pemusnah peradaban masa lampau adalah ketika peneliti menemukan lapisan tanah lumpur dari galian yang mereka lakukan di situs Kota Ur itu. Banjir dahsyat itu pun menjadi penjelas satu-satunya bagi deposit tanah liat dibawah bukit di Kota Ur, yang dengan cukup jelas memisahkan dua masa kehidupan. Dengan demikian, laut telah meninggalkan jejak-jejak yang tidak bisa dipungkiri dalam bentuk sisa-sisa organisme laut kecil yang tersimpan dalam lumpur tersebut.
Menurut Max Mallowan, hasil penelitian berikut telah kritis, Leonard Wolley yang menyatakan bahwa endapan masif besar itu dan terbentuknya dalam suatu periode waktu hanya bisa terjadi karena bencana banjir yang sangat besar. Leonard Wolley juga menguraikan bahwa lapisan banjir yang memisahkan kota Sumeria di Kot Ur dengan kota Al Ubaid yang penduduknya menggunakan tembikr yang di cat, sebagai sisa dari banjir besar tersebut.
Hasil riset Leonard Wolley tersebut menegaskan kota Ur sebagai salah satu dari berbagai daerah yang terdampak banjir besar di Era Nabi Nuh. Digambarkan oleh Werner Keller bahwa arti penting penggalian arkeologis di Mesopotamia adalah bahwa sisa-sisa kota di bawah lapisan berlumpur tersebut membuktikan terjadinya banjir di tempat ini pada zaman dahulu.
Jejak-Jejak Kapal Nabi Nuh Di Mesopotamia
Kota lain di Mesopotamia yang juga menyimpan jejak-jejak banjir besar Nabi Nuh adalah kota Kisah di Sumeria, yang saat ini dikenal dengan kota yang bernama Tall al Uhaimer. Yang mana menurut sumber-sumber Sumeria kuno, kota ini merupakan kedudukan dari Dinasti Pascadiluvian Pertama.
Kota Shuruppak disebelah selatan Mesopotamia, yang saat ini dikenal sebagai nama kota Tall Far'ah pun menyimpan jejak-jejak nyata dari peristiwa banjir besar tersebut. dan study arkeologis yang dilakukan di kota ini dipimpin oleh Erich Schmidt dari Universitas Pennsylvania antara tahun 1922 hingga tahun 1930.
Penggalian mereka mengungkapkan tiga lapisan hunian manusia dalam rentang waktu sejak masa prasejarah hingga masa Dinasti Ur ke-3 (2112-2004 Sebelum Masehi). Temuan paling istimewa adalah ditemukannya reruntuhan rumah-rumah yang dibangun dengan baik, sekaligus dengan tablet-tablet bertuliskan paku (cuneiform) tentang catatan administratif dan daftar kata-kata yang mengindikasikan keberadaan suatu masyarakat yang telah maju pada akhir alaf ke-4 Sebelum Masehi.
Baca Juga Sejarah Atlantis Versi Arysio Santos
Baca Juga Sejarah Atlantis Versi Arysio Santos
Kesimpulan
Poin terpenting adalah bahwa banjir besar telah terjadi di kota ini sekitar ahun 2900-3000 Sebelum Masehi. Menurut catatan Mallowan, banjir terjadi 4-5 meter dibawah tanah, Schmidt telah mencapai tanah kuning yang dibentuk oleh bajir yang berupa campuran tanah liat dan pasir. Lapisan ini lebih dekat ke lapisan datar daripad profil tumulus dan dapat dicermati. Schmidt memastikan bahwa lapisan yang terbentuk dari campuran tanah liat dan pasir ini, yang tersisa dari masa kerajaan kuno Cemdet Nasr, sebagai pasir yang berasal dari dalam surga dan ini menghubungkannya dengan banjir besar pada zaman Nabi Nuh.
Berikutnya juga dikuatkan dari hasil penggalian yang dilakukan di kota Shuruppak. Mereka menemukan sisa-sisa banjir yang terjadi kurang lebih tahun 2900-300 Sebelum Masehi, mungkin kota Shuruppak terkena dampak dari banjir besar itu seperti kota lainnya. Tempat terakhir yang menunjukkan terjadinya banjir besar adalah kota Erech di selatan kota Shuruppak yang sekarang diberi nama kota Tall al-Warka. di kota ini berjangka waktu antara 2900-3000 Sebelum Masehi seperti yang lainnya.
Sebagaimana kita ketahui, Sungai Eufrat dan Tigris melintasi Mesopotamia dari ujung ke ujung, tampaknya selama perisiwa itu terjadi, kedua sungai ini meluap, begitu pun banyak dari sumber mata air lainnya, besar maupun kecil, dan ketika bersatu dengan air hujan, telah menyebabkan sebuah banjir yang dahsyat.
Baca Juga Sejarah Benua Atlantis Pasca Plato
Baca Juga Sejarah Benua Atlantis Pasca Plato