Banjir Besar Di Zaman Nabi Nuh Dalam Perspektif Berbagai Kebudayaan - Tempat Informasi -->

Sponsor:

Banjir Besar Di Zaman Nabi Nuh Dalam Perspektif Berbagai Kebudayaan

Banjir Besar Di Zaman Nabi Nuh Dalam Perspektif Kebudayaan Lain - Tidak hanya peradaban agama samawi, Yahudi, Nasrani atau Kristen, dan Islam, yang meyakini terjadinya banjir besar di zaman Nabi Nuh, yang berakibat musnahnya peradaban di masa silam. Kebudayaan lain juga mengakui faktor banjir sebagai titik balik dari kehancuran atas pencapaian sebuah peradaban dan menjadi titik tolak perubahan dan pencapaian bagi peradaban baru di kemudian hari.

Banjir Besar Pada Zaman Nabi Nuh


Gambar Banjir Besar Di Zaman Nabi Nuh Dalam Perspektif Berbagai Kebudayaan


Kebudayaan lain yang mengakui kebenaran kisah banjir besar pada zaman Nabi Nuh, adalah kebudayaan Sumeria, Babilonia, India, Wales, Skandinavia, Lithuania, China, dan Yunani. Untuk lebih jelasnya silahkan kita simak bersama tentang peristiwa banjir besar di zaman Nabi Nuh menurut pendapat beberapa kebudayaan.

Banjir Besar Di Zaman Nabi Nuh Menurut Kebudayaan Sumeria

Dalam kebudayaan Sumeria dikenal Dewa yang bernama Enlil, Dewa tersebut memberitahukan orang-orang bahwa ada dewa-dewa yang lain yang menginginkan kehancura manusia melalui bencana bajir besar itu. Karenanya, Dewa Enlil berkenan menyelamatkan mereka, dan Dewa Enlil kemudian menugaskan Ziusudra, raja yang sangat taat dri negri Sippur, Dewa Enlil memberitahu Ziusudra apa yang harus dilakukan agar selamat dari banjir besar itu.

Dalam kebudayaan Sumeria tidak mengisahkan pembuatan kapal, namun fakta bahwa bagian ini pernah terungkap dalam bagian-bagian yang menyebutnya bagaimana Ziusudra diselamatkan. Begitu juga berdasarkan versi Babilonia tentang banjir, dapat disimpulkan bahwa dalam versi Sumeria yang lengkap, tentulah terdapat rincian yang lebih menyeluruh tentang penyebab kejadian tersebut dan bagaimana perahu dibuat.

Banjir Besar Di Zaman Nabi Nuh Menurut Kebudayaan Babilonia

Babilonia juga disebut dengan pandangan : Ut-Napishtim terhadap rujukan kisah mengenai Ziusudra. ia adalah pahlawan Sumeria dalam peristiwa banjir. tokoh penting yang lain adalah Gilgamesh. Gilgamesh memutuskan untuk mencari dan menemukan para leluhurnya untuk mendapatkan rahasia kehidupan abadi. Gilgamesh diperingatkan tentang berbagai bahaya dan kesulitan dalam perjalananya. Ia diberitahukan bahwa ia harus melakukan perjalanan melewati "pegunungan Mashu dan Perairan Maut".

Selain itu, diingatkan pula oleh Dewa Matahari Shamash. namun, Gilgamesh mampu menghadapi semua bahaya selama perjalanannya dan akhirnya berhasil mencapai Ut-Napitshtim. Legenda tersebut terpotong pada bagian yang menceritakan pertemuan antara Gilgamesh dan Ut-Napishtim; dan selanjutnya ketika teks dapat terbaca, Ut-Napishtim menceritakan kepada Gilgamesh bahwa "para dewa menyimpan rahasia kematian dan kehidupan bagi diri mereka sendiri".

Artinya, para dewa tidak akan memberikannya kepada manusia. atas jawaban ini, Gilgamesh bertanya bagaimana Ut-Napishtim dapat memperoleh keabadian, maka Ut-Napishtim menceritakan kepadanya kisah banjir sebagai jawaban atas pertanyaan ini. banjir tesebut juga diceritakan dalam kisah "dua belas meja" yang terkenal dalam epik tentang Gilgamesh.

Ut-Napishtim memulai dengan mengatakan bahwa kisah yang akan diceritakan kepada Gilgamesh merupakan sesuatu yang rahasia. Sebuah rahasia dari dewa-dewa. Ia bercerita bahwa ia berasal dari kota Shuruppak, kota tertua diantara kota-kota di daratan Akkad.

Berdasarkan ceritanya, dewa "Ea" telah memanggilnya melalui dinding kayu gubuknya dan menyatakan bahwa para dewa telah memutuskan untuk menghancurkan semua benih kehidupan dengan banjir yang sangat besar; namun penyebab keputusan mereka tidak diterangkan dalam cerita banjir Babilonia sebagaimana halnya dalam kisah banjir Sumeria.

Ut-Napishtim menceritakan bahwa Dewa Ea telah menyuruhnya membuat sebuah perahu dan ia harus membawa serta "benih-benih dari semua mahluk hidup dengan perahu itu. ia memberitahu tentang ukuran dan bentuk kapal itu.

Berdasarkan hal ini, lebar, panjang, dan tinggi kapal menjadi sama. Badai besar menjungkirbalikkan segala sesuatu selama enam hari enam malam. Pada hari ketujuh, badai reda. Ut-Napishtim melihat bahwa diluar kapal, semua telah berubah menjadi lumpur yang lengket. kapal tersebut terdampar di gunung Nisir.

Selanjutnya, menurut catatan Sumeria-Babilonia, Xisuthros atau Khasisatra disematkan banjir oleh sebuah kapal yang panjangnya 925 meter. bersama keluarganya, teman-temannya, dan berbagai jenis burung dan binatang. Disebutkan bahwa air meluap hingga ke langit, lautan menutupi pantai, dan sungai meluap dari tepiannya. dan kapal itu pun akhirnya terdampar di Gunung Corydaean.

Selain itu, menurut catatan Asiria-Babilonia, Ubar Tutu atau Khasisastra diselamatka bersama keluarga, pembantu, hewan ternaknya dan binatang-binatang liar dalam sebuah kapal yang panjangnya 600 kubit, dan tinggi serta lebarnya 60 kubit. Banjir tersebut mencapai gunung Nizar, dan mepati yang dilepaskan kembali lagi, sedangkan burung gagak tidak kembali.

Berdasarkan beberapa catatan Sumeria, Asiria, dan Babylonia, Ut-Napishtim dan keluarganya selamat dari banjir. Dikatakan pada hari ke tujuh, Ut-Napishtim melihat keluar, dan diluar sangat sepi. Manusia sekali lagi menjadi lumpur, ketika kapal terdampar di Gunung Nizar, Ut-Napishtim mengirim masing-masing seekor burung merpati dan burung gagak, serta burung pipit, burung merpati kembali lagi, namun burung pipit dan burung gagak tidak kembali.

Banjir Besar Di Zaman Nabi Nuh Menurut Kebudayaan India

India juga mengenal epos perihal banjir bandang yang memusnahkan peradaban. dalam epik Shatapatha dan Mahabarata dari India. Seorang bernama Manu diselamatkan dari banjir besar bersama Rishiz. Menurut legenda, seekor ikan yang ditangkap oleh Manu dan dilepaskannya, tiba-tiba berubah menjadi besar dan menyuruhnya untuk membuat suatu perahu dan mengikatkan ke tanduk ikan itu. Ikan ini dianggap penjelmaan dari Dewa Wishnu. Ikan tersebut menarik kapal mengarungi ombak yang besar dan membawanya ke utara, ke gunung Hismavat.

Banjir Besar Di Zaman Nabi Nuh Menurut Kebudayaan Wales 

Menurut legenda Wales (dari Wales, wilayah Celtic di Inggris), Dwynwen dan Dwyfach selamat dari bencana besar dengan sebuah kapal. Ketika air bah yang sangat mengerikan yang terjadi akibat meluapnya Llynllion yang dinamakan Danau Gelombang surut, mereka berdua memulai kembali kehidupan di negara Inggris.

Banjir Besar Di Zaman Nabi Nuh Menurut Kebudayaan Skandinavia

Kebudayaan Skandinavia juga mengenal legenda Nordic Edda, legenda tersebut mengisahkan tentang Bergalmir dan istrinya yang selamat dari banjir besar dengan sebuah kapal sebagai alat penyelamat.

Banjir Besar Di Zaman Nabi Nuh Menurut Kebudayaan Lithuania

Dalam legenda Lithuania, diceritakan bahwa beberapa pasang manusia dan binatang diselamatkan dengan berlindung di puncak sebuah gunung  yang tinggi. Ketika angin dan banjir yang berlangsung selama dua belas hari dua belas malam tersebut mulai mencapai ketinggian gunung yang hampir menenggelamkan mereka yang ada di sana. Lalu Tuhan dari mereka melemparkan sebuah kulit kacang raksasa kepada mereka, mereka yang ada di gunung tersebut selamat dari bencana dengan berlayar menggunakan kulit kacang raksasa itu.

Banjir Besar Di Zaman Nabi Nuh Menurut Kebudayaan China

Dalam kebudayaan China ditemukan sumber-sumber hidup bangsa China, khususnya, legenda yang mengisahkan tentang seseorang yang bernama Yao bersama tujuh orang lainnya, atau Fa Li bersama istri dan anak-anaknya. Mereka selamat dari bencana banjir dan gempa bumi, dalam sebuah perahu layar, dikatakan bahwa seluruh dunia hancur, air menyembur dan menenggelamkan semua tempat dan akhirnya air pun surut kembali setelah menghancurkan semuanya.

Banjir Besar Di Zaman Nabi Nuh Menurut Mitologi Yunani

Yunani yang mengenal legenda tentang banjir, kisahnya mengenai Dewa Zeus yang memutuskan untuk memusnahkan manusia akibat mereka menjadi semakin sesat. Faktor pemusnahnya adalah sebuah banjir yang sangat besar.

Hanya Deucalion dan istrinya Pyrrha yang selamat dari banjir, karena ayah dari Hanya Deucalion sebelumnya telah menyerahkan anaknya untuk membuat sebuah kapal. pasangan ini lalu mendarat si Gunung Parnassis sembilan hari setelah perjalanan menaiki kapal.

Baca Juga Penemuan Kapal Nabi Nuh Di Turky


Kesimpulan

Semua legenda ini mengindikasikan sebuah realitas sejarah yang kongkret. Dalam sejarah, setiap masyarakat menerima risalah, setiap insan menerima wahyu suci, sehingga banyak kaum yang mengetahui peristiwa banjir Nabi Nuh, namun banyak juga manusia yang berpaling dari esensi wahyu suci itu, catatan tentang peristiwa banjir besar pun mengalami banyak perubahan dan berubah menjadi legenda dan mitos.

Share this post

Related Posts

0 Response to "Banjir Besar Di Zaman Nabi Nuh Dalam Perspektif Berbagai Kebudayaan"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel