Ciri-Ciri Pasangan Yang Bahagia Dan Ciri Pasangan Tidak Bahagia - Tempat Informasi -->

Sponsor:

Ciri-Ciri Pasangan Yang Bahagia Dan Ciri Pasangan Tidak Bahagia

informasitempat, Ciri-Ciri Pasangan Yang Bahagia Dan Ciri Pasangan Tidak Bahagia - Bahwa pola komunikasi pasangan berperan besar dalam menentukan kebahagiaan pernikahan, ada bentuk komunikasi yang membuat pasangan bahagia dan ada yang membuat pasangan tidak bahagia. Dari hasil penelitian oleh seorang psikolog dan ahli perkawinan, dapat membedakan pasangan yang kelak akan bercerai. dahsyat sekali bukan? Ingin tahu apa perbedaan tersebut?

Tanda Pasangan Bahagia Dan Tidak Bahagia


Gambar Ciri-Ciri Pasangan Yang Bahagia Dan Ciri Pasangan Yang Tidak Bahagia

Perbedaan Pasangan Yang Bahagia Dan Tidak Bahagia dapat kita lihat dari beberapa ciri-ciri yang ada, seperti kita lihat dari interpretasi pesan, timbal balik komunikasi, intrprestasi perilaku, dan penuntutan dan penarikan diri. Lalu apa yang dimaksud dalam ciri-ciri diatas? Mari kita simak bagaimana tanda pasangan yang tidak bahagia dan tidak bahagia berikut ini.

4 Tanda Pasangan Yang Bahagia Dan Tidak Bahagia

Interpretasi Pesan

Beberapa kalimat bisa diinterpretasikan sekaligus, sebagai pesan untuk memperbaiki hubungan atau untuk menunjukkan kemarahan, contohnya : Ketika seseorang mengatakan "jangan ganggu aku!" pasangan yang tidak bahagia mudah sekali melihat bahwa pesan itu menunjukkan kemarahan, sehingga merespons dengan kemarahan, sehingga akan merespons dengan kemarahan pula, misalnya dengan mengatakan "aku tidak akan mengganggu juga jika kamu sudah menyelesaikan semua urusan ini dari tadi!" dan respons marah ini justru membuat keduanya menjadi memperpanas situasi.

Sebaliknya, pasangan yang bahagia justru menginterpretasikan pesan yang sama sebagai usaha memperbaiki hubungan tersebut. Misalnya dengan memahami bahwa pasangan sedang sangat kebingungan. Oleh karena itu respons yang diberikannya menjadi lebih damai, misalnya : "oh maaf, aku tidak bermaksud mengganggu kamu" atau mengatakan dengan tenang " oke aku menunggu saja sampai kamu selesai dan sampai aku dapat bertanya kepada kamu".

Baca Juga Cara Mengatasi Konflik Ketika Penghasilan Istri Lebih Besar

Timbal-balik Komunikasi

Pada pasangan yang bahagia, ketika satu orang mengatakan hal-hal yang baik, misalnya "aku mendapatkan kenaikan gaji", maka pasangannya akan langsung merespons dengan kalimat positif, seperti "woow, luar biasa!", sementara itu, jika kalimat yang sama diucapkan oleh pasangan yang tidak bahagia, pasangannya mungkin akan diam saja, atau menganggapnya sebagai hal yang biasa saja. di sisi lain, dalam pernikahan yang bahagia, ketika pasangannya mengatakan hal-hal negatif, misalnya, "mobil ini menyebalkan sekali, sedikit-sedikit ada masalah", maka pasangannya tidak akan langsung memberikan respons netral. misalnya, "iya, ya ada masalah terus dengan mobil ini".

Jika kalimat yang sama diucapkan oleh mereka pasangan yang tidak bahagia, pasangannya justru langsung merespons dengan kalimat yang lebih negatif, misalnya "kamu sih tidak pernah mau merawat mobil ini".

Interpretasi Perilaku

Bahwa pasangan bahagia menginterpretasikan perilaku pasangannya secara berbeda dibandingkan dengan pasangan yang tidak bahagia. Contohnya, perilaku yang mengesalkan seperti baru saja sampai kerumah langsung membanting barang.

Pasangan yang tidak bahagia cenderung langsung mengartikan perilaku tersebut sebagai tanda bahwa ia memang seseorang yang egois, tidak ramah kepada keluarga, menyebalkan, dan sifat-sifat buruk lainnya. Mereka yakin bahwa sifat buruk inilah yang merupakan sisi asli dari pasangannya. Semetara itu perilaku yang sama diartikan oleh pasangan yang bahagia sebagai sesuatu yang sifatnya sementara saja, seperti sedang tidak mood, sedang ada masalah di kantor, bukan sebagai sifat yang menetap ada padanya.

Bagaimana jika perilaku yang ditunjukkan positif? Apa yang diinterpretasikan ketika pasangan menunjukkan romantisme atau kebaikan hatinya membantu? Pasangan yang tidak bahagia justru melihatnya sebagai suatu yang sementara, kebetulan saja, atau hanya keberuntungan dirinya di sisi lain, pasangan yang bahagia justru meyakini bahwa kebaikan-kebaikan itulah yang merupakan sifat asli dari pasangannya.

Pola Menuntut VS Menarik Diri

Sering kali, istri menuntut suami melakukan ini dan itu. suami tidak suka dituntut lalu justru menjauh dari istri lalu, istri semakin menuntut, dan suami semakin menjauh. Itulah pola yang sering terjadi pada pernikahan yang tidak bahagia. Akhirnya, permasalahan tidak pernah tuntas dibahas, dan keduanya semakin menjauh dari satu sama lain.

Perlu dipahami bahwa memang ada perbedaan antara istri dan suami dalam menyelesaikan masalah. Istri cenderung banyak berbicara dalam usaha mencari solusi, oleh karena itu ia butuh didengarkan. Sebaliknya, suami cenderung berdiam diri dan berpikir, dan baru mau bicara ketika sudah merasa siap, oleh karena itu ia butuh diberi waktu berpikir.

Yang sungguh diharapkan, pada saat istri menuntut, tetap memahami suaminya, bukan memaksakan suami untuk mendengarkan. Sebaliknya, suami juga diharapkan  lebih berusaha mendengarkan ketika istri bicara, bukan langsung memberi solusi. Pola seperti inilah yang ada dalam perkawinan yang bahagia.

Peran Orang Tua Yang Baik

Banyak orang tua yang mau berubah ketika tahu bahwa perubahannya bisa menciptakan kebaikan pada anak-anak dan istrinya. Namun banyak orangtua yang menolak berubah ketika tahu bahwa perubahan yang dilakukan adalah untuk diri dan pasangannya.

Sering muncul rasa khawatir yang kurang beralasan, seperti "nanti hanya saya yang berusaha" atau "gimana kalau saya tidak tahan dengan kelakuannya?" Atau "sampai kapan saya harus bertahan?". Perubahan apapun memang tidak mudah. Tapi ingatlah, pasangan yang bahagia lebih mudah menjadi orang tua yang baik dan bahagia. Menjadi orang tua yang baik dimulai dari menjadi pasangan yang baik.

Beberapa ahli menyarankan, carilah kebahagiaan dalam pernikahan, bukan hanya sekedar bertahan. Ibarat nilai, janganlah puas dengan nilai C untuk lulus, namun carilah nilai A plus. Pasangan yang bahagia cenderung menjadi orang tua yang lebih baik. Mereka lebih banyak memuji dan memberikan perhatian yang positif, mereka juga lebih jarang berteriak kepada anaknya. Pasangan yang bahagia lebih mampu menjalankan pola asuh moderat yang memang disarankan oleh para ahli. Pada akhirnya, anak mendapat berbagai manfaat pola asuh moderat, sekaligus tumbuh dalam lingkungan penuh cinta.

Kesimpulannya

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa yang menentukan kebahagiaan perkawinan adalah pola komunikasi suami dan istri, dan itu bisa di mulai dari siapa pun, semua keluarga memiliki permasalahan masing-masing, namun respons kita terhadap masalah itulah yang menentukan apakah kita akan menjadi bahagia atau tidak.

Lalu bagaimana jika selama ini kita memiliki perkawinan yang tidak bahagia, apakah sebaiknya bercerai saja? Sebetulnya, perceraian tidak selalu menjadi solusi, jika suami dan istri masih merasa kesulitan dalam kerjasama, perceraian sering kali bukan akhir dari ketidakbahagiaan, namun merupakan awal dari ketidakbahagiaan lain. Banyak masalah yang menjadi bertambah parah ketika perceraian terjadi, dan korbannya adalah anak-anak.

Apabila selama ini pola komunikasi suami cenderung membuat tidak bahagia dan menjadi resiko bercerai, maka suami istri perlu mengubah diri. Memang tidak selalu mudah untuk mengubah diri, apa yang sudah menjadi kebiasaan menahun. Namun, tetap perlu diusahakan , demi kebahagiaan seluruh keluarga. Mengingat pola asuh yang baik sering kali berasal dari pernikahan yang bahagia, bukanlah lebih baik kita memilih memiliki pernikahan yang bahagia.

Share this post

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel